Archive for Jun 2014

Hukum Berpuasa Setelah Nisfu Sya'ban (Setelah Tanggal 15 Sya'ban)

Persoalan :
Apakah benar puasa setelah nisfu sya’ban (setelah tanggal 15) adalah haram?

Jawapan :
Menurut madzhab Imam Syafie yang dikukuhkan adalah haram (makruh karohatattahrim). Dan menurut jumhur ulamak dari Madzab Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan Imam Malik hukumnya tidak haram.

Dan haram hukumnya puasa setelah nisfu sya’ban menurut madzhab Imam Syafie. Akan menjadi tidak haram dengan 3 perkara :

1. Kerana kebiasaan puasa, seperti orang yang biasa puasa Isnin dan Khamis, maka ia pun boleh melanjutkan puasa Isnin dan Khamis meskipun sudah melewati nisfu sya’ban.

2. Untuk mengganti(qadha) puasa, misalnya seseorang punya hutang puasa belum sempat mengganti sehingga nisfu sya’ban, maka pada ketika itu berpuasa setelah nisfu sya’ban untuk qadha hukumnya tidak haram.

3. Dengan disambung dengan hari sebelum nisfu syaban, misalnya dia berpuasa tanggal 16 sya'ban kemudian disambung dengan hari sebelumnya yaitu tanggal 15 sya'ban. Maka puasa di tanggal 16 tidak lagi menjadi harom.

Pendapat ulama Syafi’iyah yang mengatakan haram dan akan menjadi tidak haram dengan 3 hal tersebut di atas karena mengamalkan semua riwayat yang bersangkutan dengan hal tersebut.

Seperti Hadith yang diriwayatkan oleh :

a. Imam Tirmidzi, Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah :

" إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلَا تَصُومُوا"

"Apabila sudah pertengahan Sya'ban, maka janganlah kalian berpuasa." (H.R. Al-Tirmidzi)

b. Imam Bukhori dan Imam Muslim yang artinya :

" لاَ تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ إِلاَّ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ "

“Janganlah kalian berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadhan, kecuali seseorang yang punya kebiasaan puasa sunah, maka bolehlah ia berpuasa.” (HR. Bukhari dan Muslim).

c. Hadits riwayat Imam Muslim :

" كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً "

“Nabi S.A.W biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya dan hanya sedikit saja hari-hari berbuka beliau di bulan sya’ban” (HR. Imam Muslim).

Dari hadith-hadith di atas, hadith pertama Rosulullah melarang puasa setelah nisfu Sya'ban dan hadis kedua Rosulullah melarang puasa setelah nisfu Sya'ban kecuali orang yang punya kebiasaan puasa sebelumnya. Dan hadits yang ketiga menunjukkan bahwa Rosulullah puasa ke banyak hari-hari di bulan sya'ban .

Kesimpulannya :
Berpuasalah sebanyak-banyaknya di bulan Sya'ban dari awal sya'ban hingga akhir. Dan jangan berpuasa setelah tanggal 15 Sya'ban kecuali engkau sambung dengan hari sebelumya, atau untuk mengganti puasa atau kerana kebiasaan berpuasa di hari-hari sebelumnya.

Wallahu a’lam


Sumber: Buya Yahya Hafizahullah
Khamis, 12 Jun 2014
Posted by alifmimra

Hukum & Batasan Melihat Pasangan Yang Ingin Dinikahi

Hukum Melihat Pasangan yang Ingin Dinikahi

Harus berdasarkan syariat Islam bagi pasangan yang ingin bernikah melihat di antara satu sama lain sebelum menyempurnakan akad di antara pasangan tersebut. Harus bagi lelaki melihat bakal isterinya dan harus perempuan melihat bakal suaminya. Bahkan harus kepada mereka melihat berkali-kali sehingga yakin siapa bakal suami atau isterinya supaya kedua-dua memiliki keserasian untuk berpasangan. Sepertimana sabda Rasulullah S.A.W:

“Lihatlah kepadanya(wanita) kerana ia lebih baik untuk berkekalan kasih sayang di antara kamu berdua” (Riwayat Al-Baihaqi)

Batasan dan Hikmah Keharusan Melihat Pasangan yang Ingin Dinikahi

Terdapat perbezaan pendapat dikalangan para ulamak mengenai batasan melihat pasangan yang ingin dinikahi. Antaranya:

1)    Jumhur fuqaha’ bersepakat harus bagi lelaki untuk melihat bakal isterinya pada wajah dan kedua tapak tangan. Hikmahnya adalah:

i)    Wajah: Faktor utama kepada kecantikan seseorang

ii)   Tapak tangan: Menunjukkan kepada kecantikan keseluruhan tubuh badannya dan kelansingannya sepertimana firman Allah S.W.T:

“...dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka kecuali yang zahir padanya....” (Surah An-Nur : 31)

2)    Sesetengah dikalangan ulamak mazhab Hanafi berpendapat bahawasanya harus melihat kedua tapak kakinya supaya lebih mengenalinya.

3)    Dikalangan ulamak mazhab Imam Ahmad berpendapat harus bagi lelaki melihat tubuh yang sering dilihat secara zahir iaitu wajah, leher dan bahu.

4)    Pendapat Daud Az-Zohiri mengatakan harus melihat kepada seluruh bentuk tubuh badannya kecuali kemaluannya.

5)    Pendapat Auza’i mengatakan harus keseluruh tempat-tempat yang berdaging.


Rujukan: Kitab Al-Ahwal Syakhsiah Fi Syariatil Islamiyyah karangan Dr. Muhammad Abdu Sattar Al-Jibali, Pensyarah dan Ketua Jabatan Fiqh dan Kulliyyah, Universiti Al-Azhar, Mesir.
Isnin, 2 Jun 2014
Posted by alifmimra

Popular Post

Blogroll

Blogger news

- Copyright © Portal Pena Dakwah -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -